Sejak lebih dari satu dekade lalu, saya sudah terbiasa mencatat hampir semua hal secara digital. Mulai dari ide mendadak, memori-memori penting, kutipan menarik, hingga rencana proyek. Dan seperti banyak orang lainnya, saya pun menjalani perjalanan panjang mencoba berbagai aplikasi pencatat sebelum akhirnya merasa benar-benar pulang di satu aplikasi yang saat ini jadi favorit utama saya: Obsidian.
Perjalanan saya dimulai dari Evernote, aplikasi yang saya gunakan sejak tahun 2010. Di masa awalnya, Evernote terasa seperti solusi lengkap: mendukung teks, gambar, dokumen, hingga web clipping. Fitur pencarian cepatnya pun sangat membantu. Saya bisa mencatat di laptop, lalu membukanya kembali di ponsel saat bepergian—dan semuanya tetap sinkron. Tapi seiring waktu, Evernote mulai terasa berat. Performa di perangkat mobile memburuk, dan membuka catatan jadi butuh waktu. Selain itu, adanya batasan kapasitas penyimpanan juga mulai jadi masalah, terutama bagi saya yang rutin mencatat banyak hal setiap hari.
Lalu, sekitar tahun 2019, saya mulai menggunakan Google Keep sebagai alternatif. Saya cukup puas dengan Keep karena sangat cocok untuk kebutuhan mencatat cepat. Interface-nya sederhana, aksesnya instan, dan sangat praktis dipakai di ponsel. Bahkan sampai saat ini, saya masih menjadikan Google Keep sebagai aplikasi pencatat alternatif saya karena kecepatannya mencatat ide yang datang tiba-tiba. Namun, seiring waktu saya menyadari bahwa Keep bukanlah aplikasi pencatat jangka panjang. Fitur organisasinya minim, tidak ada sistem folder atau hirarki yang rapi, dan secara umum Keep lebih cocok disebut sebagai sticky note digital, bukan buku catatan sesungguhnya. Meski begitu, sampai saat ini saya masih mengandalkannya untuk mencatat cepat serta sebagai backup catatan penting saya.
Saya juga sempat mencoba Microsoft OneNote. Aplikasi ini menawarkan konsep menulis catatan dengan pendekatan yang berbeda, hampir menyerupai buku catatan fisik yang memiliki halaman dan bagian. Namun, secara keseluruhan, saya merasa kurang nyaman menggunakannya. Mungkin karena tampilan dan sistem navigasinya tidak cukup intuitif bagi saya, atau karena pengalaman menggunakannya terasa tidak seefisien yang saya harapkan.
Kemudian saya menemukan Notion, dan untuk pertama kalinya, saya merasa sangat terkesan dengan aplikasi pencatat. Notion menawarkan fleksibilitas yang luar biasa. Saya bisa membuat catatan, daftar tugas, database mini, bahkan halaman-halaman personal dengan elemen-elemen multimedia. Sistem organisasinya sangat rapi dan memungkinkan saya membangun struktur catatan yang kompleks dengan tampilan profesional. Tapi seperti Evernote, Notion juga punya tantangan sendiri. Saat jumlah catatan semakin banyak, performa aplikasinya mulai melambat. Penggunaan fitur-fitur kompleks juga membutuhkan koneksi internet yang stabil, karena Notion sangat bergantung pada cloud. Selain itu, meskipun versi gratisnya cukup banyak fitur, tetap saja ada keterbatasan kapasitas yang membuat saya merasa tidak sepenuhnya bebas.
Sampai akhirnya, saya menemukan Obsidian. Aplikasi ini benar-benar mengubah cara saya mencatat. Obsidian menawarkan pengalaman yang hampir menyamai Notion, namun dengan satu keunggulan besar: semuanya tersimpan secara lokal di komputer atau ponsel saya. Tidak ada batasan kapasitas, tidak perlu login akun, dan sepenuhnya gratis serta open-source. Obsidian menggunakan format Markdown, yang berarti catatan saya tetap bisa dibaca meskipun suatu hari saya berhenti memakai aplikasinya. Ini memberikan rasa tenang dan kepemilikan penuh atas catatan pribadi saya. Selain itu, performa Obsidian sangat cepat, bahkan ketika saya memiliki ratusan catatan di dalamnya. Saya juga bisa menyambungkan catatan satu sama lain secara kontekstual, layaknya membangun “jaringan pikiran” yang saling terhubung.
Yang paling menarik, meskipun berbasis lokal, Obsidian tetap bisa disinkronkan ke berbagai perangkat. Mereka memang menyediakan layanan sinkronisasi berbayar, tapi di catatan selanjutnya saya akan membagikan cara praktis dan gratis untuk sinkronisasi Obsidian di komputer maupun ponsel tanpa harus mengeluarkan biaya tambahan.
Bagi saya, Obsidian bukan hanya aplikasi pencatat. Ia adalah ruang pribadi digital yang fleksibel, cepat, bebas batasan, dan sepenuhnya berada di bawah kendali saya. Setelah bertahun-tahun mencoba berbagai aplikasi, saya akhirnya merasa menemukan pelabuhan terakhir dalam dunia pencatatan digital saya.
No comments
Post a Comment